Mas
Aryo makin sering pulang larut malam, bahkan pernah satu kali dia
pulang dengan mulut berbau alkohol, jalannya agak sempoyongan, rupanya
dia mabuk. Aku mulai bertanya-tanya, sejak kapan suamiku mulai gemar
minum- minum arak. Selama ini aku tidak pernah melihatnya seperti ini.
Kadang-kadang ia memberikan uang belanja lebih padaku. Atau pulang
dengan membawa oleh-oleh untuk aku dan Rizal anak kami. Setiap kali aku
menyinggung aktivitasnya, Mas Aryo berusaha menghindari. "Kita jalankan
saja peran masing-masing. Aku cari uang dan kamu yang mengurus rumah.
Aku tidak pernah menanyakan pekerjaanmu, jadi lebih baik kamu juga
begitu", katanya. Aku baru bisa menerka-nerka apa aktivitasnya ketika
suatu malam, dia memintaku untuk menjual gelang yang kupakai. Ia
mengaku kalah bermain judi dengan seseorang dan perlu uang untuk
menutupi utang atas kekalahannya, jadi itu yang dilakukannya selama
ini. Sebagai seorang istri yang berusaha berbakti kepada suami, aku
memberikan gelang itu. Toh dia juga yang membelikan gelang itu.
Aku
memang diajarkan untuk menemani suami dalam suka maupun duka. Suatu
sore saat Mas Aryo belum pulang, seorang temannya yang mengaku bernama
Bondan berkunjung ke rumah. Kedatangan Bondan inilah yang memicu
perubahan dalam rumah tanggaku. Bondan datang untuk menagih utang-
utang suamiku kepadanya. Jumlahnya sekitar sepuluh juta rupiah. Mas Aryo
berjanji untuk melunasi utangnya itu. Aku berkata terus-terang bahwa
aku tidak tahu-menahu mengenai utang itu, kemudian aku menyuruhnya untuk
kembali besok saja. Tetapi dengan pandangan nakal dia tersenyum,
"Lebih baik saya menunggu saja Mbak, itung-itung menemani Mbak." Aku
agak risih mendengar ucapannya itu, lebih-lebih ketika melihat tatapan
liar matanya yang seakan-akan ingin menelanjangi diriku. "Aryo tidak
pernah cerita kepada saya, kalau ia memiliki istri yang begitu
cantiknya. Menurut saya, sayang sekali bunga yang indah hanya dipajang
di rumah saja" ucap Bondan. Aku makin tidak enak hati mendengar ucapan
rayuan-rayuan gombalnya itu, Tetapi aku mencoba menahan diri, karena
Mas Aryo berutang uang kepadanya.
Dalam
hati aku berdoa agar Mas Aryo cepat pulang ke rumah, sehingga aku
tidak perlu berlama-lama mengenalnya. Untung saja tak lama kemudian Mas
Aryo pulang. Kalau tidak pasti aku sudah muntah mendengar kata-katanya
itu. Begitu melihat Bondan, Mas Aryo tampak lemas. Dia tahu pasti
Bondan akan menagih hutang-hutangnya itu. Aku meninggalkan mereka di
ruang tamu, Mas Aryo kulihat menyerahkan amplop coklat. Mungkin Mas
Aryo sudah bisa melunasi hutangnya. Aku tidak dapat mendengar
pembicaraannya, namun kulihat Mas Aryo menunduk dan sesekali terlihat
berusaha menyabarkan temannya itu. Setelah Bondan pulang, Mas Aryo
memintaku menyiapkan makan malam. Dia menikmati sajian makan malam
tanpa banyak bicara, Aku juga menanyakan apa saja yang dibicarakannya
dengan Bondan. Aku menyadari Mas Aryo sedang suntuk, jadi lebih baik
aku menahan diri. Setelah selesai makan, Mas Aryo langsung mandi dan
masuk ke kamar tidur, aku menyusul masuk kamar satu jam kemudian
setelah berhasil menidurkan Rizal di kamarnya. Ketika aku memasuki kamar
tidur dan menemaninya di ranjang, Mas Aryo kemudian memelukku dan
menciumku. Aku tahu dia akan meminta 'jatahnya' malam ini. Malam ini
dia lain sekali sentuhannya lembut.
Pelan-pelan
Mas Aryo mulai melepaskan daster putih yang kukenakan, setelah
mencumbuiku sebentar, Mas Aryo mulai membuka bra tipis yang kukenakan
dan melepaskan celana dalamku. Setelah itu Mas Aryo sedikit demi
sedikit mulai menikmati jengkal demi jengkal seluruh bagian tubuhku,
tidak ada yang terlewati. Kemudian aku membantu Mas Aryo untuk
melapaskan seluruh pakaian yang dikenakannya, sampai akhirnya aku bisa
melihat penis Mas Aryo yang sudah mulai agak menegang, tetapi belum
sempurna tegangnya. Dengan penuh kasih sayang kuraih batang kenikmatan
Mas Aryo, kumain- mainkan sebentar dengan kedua belah tanganku,
kemudian aku mulai mengulum batang penis suamiku dengan lembutnya.
Terasa di dalam mulutku, batang penis Mas Aryo terutama kepala
penisnya, mulai terasa hangat dan mengeras. Aku menyedot batang Mas
Aryo dengan semampuku, kulihat Mas Aryo begitu bergairah, sesekali
matanya terpejam menahan nikmat yang kuberikan kepadanya. Mas Aryo
kemudian membalas, dengan meremas-remas kedua payudaraku yang cukup
menantang, 36B. Aku mulai merasakan denyut-denyut kenikmatan mulai
bergerak dari puting payudaraku dan mulai menjalar keseluruh bagian
tubuhku lainnya, terutama ke vaginaku. Aku merasakan liang vaginaku
mulai terasa basah dan agak gatal, sehingga aku mulai merapatkan kedua
belah pahaku dan menggesek-gesekan kedua belah pahaku dengan rapatnya,
agar aku dapat mengurangi rasa gatal yang kurasakan di belahan liang
vaginaku.
Mas
Aryo rupanya tanggap melihat perubahanku, kemudian dengan lidahnya Mas
Aryo mulai turun dan mulai mengulum daging kecil clitorisku dengan
nafsunya, Aku sangat kewalahan menerima serangannya ini, badanku terasa
bergetar menahan nikmat, peluh ditubuhku mulai mengucur dengan deras
diiringi erangan-erangan kecil dan napas tertahan ketika kurasakan aku
hampir tak mampu menahan kenikmatan yang kurasakan. Akhirnya seluruh
rasa nikmat semakin memuncak, saat penis Mas Aryo, mulai terbenam
sedikit demi sedikit ke dalam vaginaku, rasa gatal yang kurasakan sejak
tadi berubah menjadi nikmat saat penis Mas Aryo yang telah ereksi
sempurna mulai bergerak-gerak maju mundur, seakan-akan menggaruk-garuk
gatal yang kurasakan. Suamiku memang jago dalam permainan ini. Tidak
lebih dari lima belas menit aku berteriak kecil saat aku sudah tidak
mampu lagi menahan kenikmatan yang kurasakan, tubuhku meregang sekian
detik dan akhirnya rubuh di ranjang ketika puncak-puncak kenikamatan
kuraih pada saat itu, mataku terpejam sambil menggigit kecil bibirku
saat kurasakan vaginaku mengeluarkan denyut-denyut kenikmatannya.
Dan
tidak lama kemudian Mas Aryo mencapai puncaknya juga, dia dengan
cepatnya menarik penisnya dan beberapa detik kemudian, air maninya
tersembur dengan derasnya ke arah tubuh dan wajahku, aku membantunya
dengan mengocok penisnya sampai air maninya habis, dan kemudian aku
mengulum kembali penisnya sekian lama, sampai akhirnya perlahan-lahan
mulai mengurang tegangannya dan mulai lunglai. "Aku benar-benar puas
Rit, kamu memang hebat", pujinya. Aku masih bergelayut manja di dekapan
tubuhnya. "Rit, kamu memang istriku yang baik, kamu harus bisa mengerti
kesulitanku saat ini, dan aku mau kamu membantu aku untuk
mengatasinya", katanya. "Bukankah selama ini aku sudah begitu Mas",
sahutku. Mas Aryo mengangguk- angguk mendengarkan ucapakanku. Kemudian
ia melanjutkan, "Kamu tahu maksud kedatangan Bondan tadi sore. Dia
menagih utang, dan aku hanya sanggup membayar setengah dari keseluruhan
utangku. Kemudian setelah lama berbicang-bincang ia menawarkan sebuah
jalan keluar kepadaku untuk melunasi hutang-hutangku dengan sebuah
syarat", ucap Mas Aryo. "Apa syaratnya, Mas?" tanyaku penasaran.
"Rupanya dia menyukaimu, dia minta izinku agar kamu bisa menemani dia
semalam saja", ucap Mas Aryo dengan pelan dan tertahan. Aku bagai
disambar petir saat itu, aku tahu arti 'menemani' selama semalam. Itu
berarti aku harus melayaninya semalam di ranjang seperti yang kulakukan
pada Mas Aryo.
Mas
Aryo mengerti keterkejutanku. "Aku sudah tidak tahu lagi dengan apalagi
aku harus membayar hutang- hutangku, dia sudah mengancam akan menagih
lewat tukang-tukang pukulnya jika aku tidak bisa membayarnya sampai
akhir pekan ini", katanya lirih. Aku hanya terdiam tak mampu
mengomentari perkataannya itu. Aku masih shock memikirkan aku harus
rela memberikan seluruh tubuhku kepada lelaki yang belum kukenal selama
ini. Sikap diamku ini diartikan lain oleh Mas Aryo. "Besok kamu ikut
aku menemui Bondan", ujarnya lagi, sambil mencium keningku lalu
berangkat tidur. Seketika itu juga aku membenci suamiku. Aku enggan
mengikuti keinginan suamiku ini, namun aku juga harus memikirkan
keselatan keluarga, terutama keselamatan suamiku. Mungkin setelah ini
ia akan kapok berjudi lagi pikirku. Sore hari setelah pulang kerja, Mas
Aryo menyuruhku berhias diri dan setelah itu kami berangkat menuju
tempat yang dijanjikan sebelumnya, rupanya Mas Aryo mengantarku ke
sebuah hotel berbintang. Ketika itu waktu sudah menunjukkan sekitar
pukul 20.00 malam. Selama hidup baru pertama kali ini, aku pergi untuk
menginap di hotel. Ketika pintu kamar di ketuk oleh Mas Aryo, beberapa
saat kemudian pintu kamar terbuka, dan kulihat Bondan menyambut kami
dengan hangatnya, Suamiku tidak berlama-lama, kemudian ia menyerahkan
diriku kepada Bondan, dan kemudian berpamitan.
Dengan
lembut Bondan menarik tanganku memasuki ruangan kamarnya. Aku
tertunduk malu dan wajahku terasa memerah saat aku merasakan tanganku
dijamah oleh seseorang yang bukan suamiku. Ternyata Bondan tidak seburuk
yang kubayangkan, memang matanya terkesan liar dan seakan mau melahap
seluruh tubuhku, tetapi sikapnya dan perlakuannya kepadaku tetap
tenang, sehingga dikit demi sedikit rasa grogi yang menyerangku mulai
memudar. Bondan menanyakan dengan lembut, aku ingin minum apa. Kusahut
aku ingin minum coca-cola, tetapi jawabnya minuman itu tidak ada
sekarang ini di kamarnya, kemudian dia mengeluarkan sebotol sampagne
dari kulkas dan menuangkannya sedikit sekitar setengah sloki, kemudian
disuguhkannya kepadaku, "Ini bisa menghilangkan sedikit rasa gugup yang
kamu rasakan sekarang ini, dan bisa juga membuat tubuhmu sedikit
hangat.
Kulihat
dari tadi kelihatannya kamu agak kedinginan", ucapnya lagi sambil
menyodorkan minuman tersebut. Kuraih minuman tersebut, dan mulai kuminum
secara dikit demi sedikit sampai habis, memang benar beberapa saat
kemudian aku merasakan tubuh dan pikiranku agak tenang, rasa gorgi
sudah mulai menghilang, dan aku juga merasakan ada aliran hangat yang
mengaliri seluruh syaraf-syaraf tubuhku. Bondan kemudian menyetel
lagu-lagu lembut di kamarnya, dan mengajakku berbincang-bincang hal-hal
yang ringan. Sekitar 10 menit kami berbicara, aku mulai merasakan agak
pening di kepalaku, tubuhkupun limbung. Kemudian Bondan merebahkan
tubuhku ke ranjang. Beberapa menit aku rebahan di atas ranjang
membuatku mulai bisa menghilangkan rasa pening di kepalaku. Tetapi aku
mulai merasakan ada perasaan lain yang mengalir pada diriku, ada
perasaan denyut-denyut kecil di seluruh tubuhku, semakin lama denyut-
denyut tersebut mulai terasa menguat, terutama di bagian-bagian
sensitifku. Aku merasakan tubuhku mulai terangsang, meskipun Bondan
belum menjamah tubuhku.
Ketika
aku mulai tak kuasa lagi menahan rangsangan di tubuhku, napasku mulai
memburu terengah-engah, payudaraku seakan-akan mengeras dan benar-benar
peka, vaginaku mulai terasa basah dan gatal yang menyengat,
perlahan-lahan aku mulai menggesek-gesekkan kedua belah pahaku untuk
mengurangi rasa gatal dan merangsang di dalam vaginaku. Tubuhku mulai
menggeliat- geliat tak tahan merasakan rangsangan seluruh tubuhku.
Bondan rupanya menikmati tontonan ini, dia memandangi kecantikan wajahku
yang kini sedang terengah-engah bertarung melawan rangsangan, nafsunya
mulai memanas, tangannya mulai meraba tubuhku tanpa bisa kuhalangi
lagi. Remasan-remasan tangannya di payudaraku membuatku tidak tahan
lagi, sampai tak sadar aku melorotkan sendiri pakaian yang kukenakan.
Saat pakaian yang kukenakan lepas, Mata Bondan tak lepas memandangi
belahan payudaraku yang putih montok dan yang menyembul dan seakan
ingin loncat keluar dari bra yang kukenakan.
Tak
tahan melihat pemandangan indah ini, Bondan kemudian menggumuliku
dengan panasnya sembari tangannya mengarah ke belakang punggungku, tidak
lebih dari 3 detik, kancing bra-ku telah lepas, kini payudaraku yang
kencang dan padat telah membentang dengan indahnya, Bondan tak mau
berlama-lama memandangiku, dengan buasnya lagi ia mencumbuiku,
menggumuliku, dan tangannya semakin cepat meremas-remas payudaraku,
cairan vaginaku mulai membasahi celana putihku. Melihat ini, tangan
bondan yang sebelahnya lagi mulai bermain-main di celanaku tepat di
cairan yang membasahi celanaku, aku merasakan nikmat yang benar-benar
luar biasa. Napasku benar-benar memburu, mataku terpejam nikmat saat
tangan Bondan mulai memasuki celana dalamku dan memainkan daging kecil
yang tersembunyi di kedua belahan rapatnya vaginaku. Bondan memainkan
vaginaku dengan ahlinya, membuatku terpaksa merapatkan kedua belah
pahaku untuk agak menetralisir serangan- serangannya, jari-jarinya yang
nakal mulai menerobos masuk ke liang tubuhku dan mulai memutar-mutar
jarinya di dalam vaginaku. Tak puas karena celana dalamku agak
mengganggu, dengan cepatnya sekali gerakan dia melepaskan celana
dalamku.
Aku
kini benar-benar bugil tanpa tersisa pakaian di tubuhku. Bondan
tertegun sejenak memandangi pesona tubuhku, yang masih bergeliat-
geliat melawan rangsangan yang mungkin diakibatkan obat perangsang yang
disuguhkan di dalam minumanku. Dengan cepatnya selagi aku masih
merangsang sendiri payudaraku, Bondan melepaskan dengan cepat seluruh
pakaian yang dikenakan sampai akhirnya bugil pula. Aku semakin bernafsu
melihat batang penis Bondan telah berdiri tegak dengan kerasnya, Besar
dan panjang. Dengan cepat Bondan kembali menggumuliku dengan
benar-benar sama-sama dalam puncak terangsang, aku merasakan payudaraku
diserang dengan remasan-remasan panas, dan.., ahh.., akupun merasakan
batang penis Bondan dengan cepatnya menyeruak menembus liang vaginaku
dan menyentuh titik-titik kenikmatan yang ada di dalam liang vaginaku,
aku menjerit-jerit tertahan dan membalas serangan penisnya dengan
menjepitkan kedua belah kakiku ke arah punggungnya sehingga penisnya
bisa menerobos secara maksimal ke dalam vaginaku.
Kami
bercumbu dengan panasnya, bergumul, setiap kali penis Bondan mulai
bergerak masuk menerobos masuk ataupun saat menarik ke arah luar, aku
menjepitkan otot-otot vaginaku seperti hendak menahan pipis, saat itu
aku merasakan nikmat yang kurasakan berlipat-lipat kali nikmatnya,
begitu juga dengan Bondan, dia mulai keteteran menahan kenikmatan tak
bisa dihindarinya. Sampai pada satu titik saya sudah terlihat akan
orgasme, Bondan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dengan hentakan2
penisnya yang dipercerpat.. akhirnya kekuatan pertahananku ambrol.. saya
orgasme berulang-ulang dalam waktu 10 detik.. Bondan rupanya juga
sudah tidak mampu menahan lagi serangannya dia hanya diam sejenak untuk
merasakan kenikmatan dipuncak-puncak orgasmenya dan beberapa detik
kemudian mencabut batang penisnya dan tersemburlan muncratan-muncratan
spermanya dengan banyaknya membanjiri wajah dan sebagian berlelehan di
belahan payudaraku. Kamipun akhirnya tidur kelelahan setelah bergumul
dalam panasnya birahi.
Keesokan
paginya, Bondan mengantarku pulang ke rumah. Kulihat suamiku
menerimaku dengan muka tertuduk dan berbicara sebentar sementara aku
masuk ke kamar anakku untuk melihatnya setelah seharian tidak kuurus.
Setelah kejadian itu, aku dan suamiku sempat tidak berbicara satu
sama-lain, sampai akhirnya aku luluh juga saat suamiku minta maaf atas
kelakuannya yang menyebabkan masalah ini sampai terjadi, tetapi hal itu
tidak berlangsung lama, suamiku kembali terjebak dalam permainan judi.
Sehingga secara tidak langsung akulah yang menjadi taruhan di meja
judi. Jika menang suamiku akan memberikan oleh-oleh yang banyak kepada
kami. Tetapi jika kalah aku harus rela melayani teman-teman suamiku
yang menang judi. Sampai saat ini kejadian ini tetap masih berulang. Oh
sampai kapankah penderitaan ini akan berakhir. TAMAT
Rating peringkat pada Google dalam artikel yang berjudul Aku Jadi Taruhan Oleh Suamiku (Cerita Dewasa)
9 out of 10 based on 10 ratings. 9 user reviews.
Terima kasih anda telah membaca dan melihat foto video cerita artikel tentang Aku Jadi Taruhan Oleh Suamiku (Cerita Dewasa) , Jika posting berjudul Aku Jadi Taruhan Oleh Suamiku (Cerita Dewasa) merupakan artikel bermanfaat silahkan share atau berikan tanggapan anda pada kotak komentar di bawah. Sekali lagi terima kasih atas kesediaan anda membaca Aku Jadi Taruhan Oleh Suamiku (Cerita Dewasa).
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment